Cerita Horor di Rumah Sakit Bangunan Tua

Ngakak Waras | Sarang Lucu | Cerita Horor | Kisah Cinta Romantis - Kita akan membahas tentang Cerita Horor di Rumah Sakit Bangunan Tua kuy lah di simak langsung.

Cerita Horor di Rumah Sakit Bangunan Tua

Cerita Horor di Rumah Sakit Bangunan Tua

MansionDomino Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, rumah sakit identik dengan 1001 kisah yang membuat bulu kuduk berdiri. Cerita gue kali ini bukan cerita yang bikin berdiri bulu roma, tapi cerita panas, Bro! Siap-siap deh!
Awal November lalu gue pulkam ke Purwakarta. Emak gue cerita kalau abah (kakek gue) mau dioperasi. Kemudian abah dibawa pulang lagi dengan alasan nggak ada tempat di RS nya.

“Lho, Mah, kok bisa nggak jadi gitu? Biasanya kan kalau orang mau operasi, pasti sudah dijadwalkan.” Protes gue ke emak gue.

“Ya nggak tau lah itu rumah sakitnya.” Jawab emak gue pasrah.
Dua hari kemudian abah gue jadi dioperasi.

“Neng, nanti kita ke rumah sakit ya, nengok abah.” Ajak emak gue. Meskipun malas berurusan dengan yang namanya rumah sakit, mau nggak mau gue harus meng-iya-kan ajakan emak gue. Masa iya sebagai cucu gue nggak nengokin abah.

Gue, emak, bibi, sepupu dan adik gue sampai di rumah sakit menjelang isya. Kami langsung cuss ke kamar abah. Di sana sudah ada 2 adik perempuan emak gue yang kebagian jatah menunggui abah dari kemarin sore.

Di ruangan itu ada 4 ranjang. Hanya 1 yang terisi, yaitu kasur abah gue. Pasien di sebelah abah gue kebetulan sedang dioperasi, cuma ada istri dan anaknya yang sedang shalat isya.

Abah nampak terbaring dengan selang infus di tangan dan kantong berisi cairan berwarna merah seperti darah di samping bagian bawah tempat tidurnya.

“Bah, ieu si Eneng.” Kata bibi gue yang paling besar. Abah sudah berumur 80 tahun. Gue nggak tau dia pikun atau nggak. Yang jelas, dia tidak begitu mengenal gue. Dia bilang, dia hafal suara gue, tapi nggak inget nama gue.

Sedih sih mengetahui fakta ini. Gue 9 tahun di luar negeri, pulang cuma 2 atau 3 tahun sekali. Setelah memutuskan untuk menetap di Indonesia, gue pun tinggal berjauhan pulau dengan keluarga besar.
“Bah, naon nu nyeri?” Tanya gue ke abah.

Setelah percakapan dengan abah dirasa cukup, gue duduk di kursi satu-satunya yang berada di ruangan itu. Emak dan bibi gue mulai ngerumpi tentang rumah sakit ini.

“Kelas dua di sini kayak kelas 3 di rumah sakit lain. Lihat aja, lantainya kotor, kamar mandinya juga.” Keluh emak gue.

Cerita Horor Gue melihat ke arah lantai. Benar juga, lantainya kotor. Heran gue, kok ruangan di rumah sakit bisa sekotor ini, padahal kan ada pasien yang dirawat di dalamnya.

“AC-nya mati.” Kata salah seorang bibi gue.
Iya sih, gue juga merasakan udara di ruangan itu panas. Kemudian gue masuk ke ruangan di sebelahnya, wuiih...adem.

Langsung deh gue samperin petugas yang jaga di meja depan situ. Ada 2 orang petugas wanita. Gue ngomong ke salah satunya.

“Mbak, AC-nya mati.”
Si petugas lalu melangkah ke ruangan abah dengan membawa remot.
“Ini bukan AC-nya yang mati, tapi ini mah karena pintunya dibuka, jadi AC-nya nggak kerasa.” Ujar si petugas wanita itu dengan mimik songong, membuat gue panas seluruh badan, terutama ubun-ubun!

“Beda Mbak, tadi saya udah masuk ke ruangan satunya.” Timpal gue dengan nada judes dan mata yang dipelotot-pelototkan (mata gue agak sipit, jadi harus berusaha ektra keras untuk melotot agar telihat tak kalah jutek).

Ngeselin banget deh petugas jaga itu, mungkin dia kira gue orang kampung yang nggak pernah pakai AC. Beuh, ini nih salah satu hal yang bikin gue malas berurusan dengan rumah sakit; malas berhadapan dengan petugas yang nggak becus kerja! Iya, nggak becus kerja! Kalau profesional, nggak bakalan lah bersikap judes kepada pasien/keluarganya atau siapapun yang berkunjung ke rumah sakit itu.

Orang yang profesional, meskipun cape melayani berbagai macam orang, tetap saja dia akan melayani dengan baik. Setidaknya, itu yang pernah gue pelajari dari kelas entrepreneurship.

Si petugas diam, tak menyahuti kata-kata gue. Ia tekan dan arahkan remot ke AC. Tak ada reaksi. Kemudian dia berteriak pada kawannya yang berjaga di meja depan, menanyakan ada atau tidaknya remot lain. Setelah itu ia mencoba lagi menghidupkan AC dengan remot yang lain.

Padahal sudah jelas-jelas AC itu rusak. Gue yakin AC itu rusak karena bukan sekali-dua gue berurusan dengan AC. Pernah di salah satu tempat kos AC-nya rusak, setelah diganti spare part nya pun kadang tiba-tiba mati.

Posisi AC di kamar yang abah tempati itu, sama persis dengan posisi AC di kamar kos (yang pernah gue tempati) saat rusak. Akhirnya si petugas ngeloyor pergi setelah mengatakan bahwa dia kan memanggil teknisi.

Tidak berapa lama, seorang petugas lelaki memasuki ruangan tempat abah dirawat.
“Maaf Bu, teknisinya baru bisa datang besok pagi. Kalau sekarang sudah pada pulang.” Ucapnya ramah.

“Coba Mas, tolong dicetrekin tombolnya, matiin, trus cetrekin lagi.” Gue mengarahkan si petugas lelaki itu ke tombol yang terpasang di dinding, pas di sebelah AC.

Berdasarkan pengalaman gue, kalau tidak rusak, si AC akan menyala lagi begitu tombolnya dinyalakan. Benar saja, si AC tetap tidak bergerak meskipun tombolnya sudah dicetrek-cetrek.

“Waduh, gimana ya? Kalau kami sih yang jagain nggak masalah,” kataku sambil mengedarkan pandangan pada ibu dan adik-adiknya, “tapi kasihan pasiennya kepanasan.” Lanjut gue sambil melirik ke arah abah. Si petugas itu nampak sungkan dan tak enak hati.

“Gimana kalau jendelanya dibuka, Bu?” Usulnya.
“Ih, jangan, takut.” Cetus emak gue.
“Ih, mamah takut apaan sih? Kasian tau abah kepanasan.” Protes gue.
“Iya, Ceu, buka aja jendelanya.” Kata bibi gue yang paling besar ke emak gue.
“Janganlah, serem, lagian banyak nyamuk.” Emak gue keukeuh dengan pendiriannya.

Setelah berdiskusi yang lebih mengarah ke adu argumen dengan emak gue dan para bibi, akhirnya gue mengalah dan menyerahkan keputusan ke tangan emak dan bibi yang akan menginap menemani abah di tempat itu. Gue, adik dan sepupu gue pun cabut dari rumah sakit. Besoknya, abah pun diijinkan pulang.

MansionDomino Beberapa hari kemudian, gue disuruh emak gue nemenin abah check up. Kali ini gue bersama paman dan bibi. Kami masuk ke ruang pendaftaran. Di kanan-kirinya ada ruang-ruang periksa sesuai dengan bidang keahlian dokternya.

Di dinding sebelah kiri gue melihat sebuah paigam penghargaan untuk rumah sakit ini, dari bupati Purwakarta. Dalam hati gue membatin “Mungkin Pak Dedi belum pernah ketemu suster jaga yang nyebelin itu. Mungkin dia juga belum melihat kualitas kebersihan kamar di sana.

Tidak perlu menunggu lama, abah pun dipanggil. Dokter memeriksa abah dan membersihkan lukanya. Dokter dan perawatnya cukup baik, tidak judes seperti yang pernah gue pelototin itu. Dokter memberi penjelasan secukupnya dan menyuruh kami menebus obat.

Gue lega karena kali ini nggak perlu ada adegan panas seperti yang terjadi waktu AC mati itu. Rada curiga sih, mungkin kami diperlakukan dengan baik karena mereka tau abah pasien umum alias nggak pakai BPJS.

Nggak mau suudzon sih, tapi itu yang terlintas di pikiran gue, karena melihat beberapa orang masih belum dipanggil, padahal datang lebih dulu dari kami dan mereka pakai BPJS. Entahlah. Yang jelas, cerita tentang tenakes (tenaga kesehatan) yang jutek ternyata bukan mitos ya.

Gue tau sih, nggak semua tenakes judes. Semoga saja dengan tulisan gue ini, bisa membuat kita berkaca diri agar dapat lebih profesional dalam bekerja. Bagaimanapun, bekerja itu bagian dari ibadah lho! Lagipula, kalau kita doyan duitnya, harusnya kita juga tidak feeling irritated dengan pekerjaan itu.

Dulu, gue pernah diajarin ama dosen dari UCEC, dia bilang, menghadapi pelanggan ke sekian itu (dimana kondisi kita sudah cape dan tidak seprima saat menghadapi pelanggan pertama), tetap harus tersenyum ceria seperti saat menghadapi pelanggan pertama.

Mungkin, kalau kebetulan dilayani dengan jutek, kita harus kasih cendol biar si petugas langsung senyum, hahaha.

Selesai sudah cerita tentang Cerita Horor di Rumah Sakit Bangunan Tua, menurut pandangan gua pribadi sebagai penulis ini yang langsung mendengarkan nerasumber bercerita, menurut gua ya itu dimana pun kalian berada anda harus memiliki sopan santun yang cukup baik.

Karena apa?
kita adalah di alam yang nyata dan masih ada alam yang berbeda dengan kita, kalau kita ribut, berisik ataupun mengganggu alam yang lainya pasti dia juga isengin kita secara ntah itu menjatuhkan benda atau menampakan langsung.

Jika kalian datang permisi dan sopan, saya yakin pasti tidak akan ada kejaddian yang aneh-aneh, kalau pun ada itu pasti dia hanya ingin berkenalan saja. positif tinking dong hehe

semoga artikel ini sangat mengisi hari2 anda sebagai pecinta horor.

Terimakasih selamat membaca dan terimakasih.

Baca Juga Ini :

• MansionDomino
• Fakta Misteri Boneka Okiku Jepang, Rambut Panjang
• Cerita Misteri Kelas Kosong Lengkap